PT. GBKEK Abaikan Hak Masyarakat Pulau Poto

Doni, salah seorang pemilik lahan di pulau Poto yakni di pantai Pasir Bana, saat memberi keterangan kepada pers di pantai Mempadi, Sabtu 14/09/2024 (Foto: Patar Sianipar)

Bintan, Kepri –Perusahaan yang akan melalukan pengembangan kawasan industri di Pulau Poto, Desa Kelong, Kecamatan Bintan Pesisir, yakni PT GBKEK, diduga mengabaikan hak kepemilikan lahan yang masuk dalam siteplan.

Hal ini diketahui dari Doni pemilik lahan yang ada di pulau Poto tersebut, ketika adanya kendala hendak mengurus perizinan untuk membuka usaha pariwisata di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia yang dihadiri oleh instansi lainnya sekira awal tahun 2024 silam.

Doni menyampaikan kepada media di pulau Poto, kaget dan heran saja ada apa dengan KKP mengapa sudah ada keluar izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) untuk GBKEK di pulau Poto tersebut, yakni sementara ada pemilik lahan disitu, dan apakah mereka turun kelokasi untuk betul betul melakukan kroscek. Sabtu (14/09/2024) siang.

“Lokasi tanah saya dan keluarga seluas 16.5 hektar dan ada juga lahan yang dikuasai secara sah oleh perusahaan (PT. MMJ), seluas 33,5 hektar dan milik pribadi masyarakatpun masuk dalam siteplan pengembangan kawasan industri di Pulau Poto.

“Saya dan warga Bintan tidak anti investasi, justru mendukung kemajuan untuk daerah,” ujarnya .

“Namun harus dengan cara-cara yang sesuai aturan,” tuturnya.

“Bukannya model seperti ini,” ketusnya.

Agung, perwakilan PT MMJ (Mempadi Manggala Jaya) , saat menjelaskan terkait izin KKPRL, yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, kepada PT GBKEK, Sabtu 14/09/2024 (Foto: Patar Sianipar)

Hal senada juga disampaikan perwakilan PT MMJ (Mempadi Manggala Jaya) , Agung yang memiliki lahan seluas 33,5 hektar, bahkan jelas terpampang plang pemberitahuan bahwa lahan tersebut milik PT MMJ.

“Kami kaget dengan pernyataan perwakilan PT GBKEK tentang sudah adanya izin pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya di pulau Poto, termasuk di dalamnya ada lahan milik Doni, PT MMJ, dan Masyarakat Lainnya,” terangnya

“Kapan PT GBKEK menyelesaikan segala sesuatunya kepada kami, terkait terbitnya izin pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan disekitar lahan kami,” tanyanya.

“Lokasi tanah PT. MMJ jelas ada di pulau Poto, dan masih ada masyarakat lain yang memiliki lahan dan sah bersurat, bahkan sertifikat di pulau Poto,” ketusnya.

“Dalam Peraturan Menteri KP 10 tahun 2024 jelas terang benderang aturannya terkait dengan syarat untuk pemanfaatan pulau-pulau kecil, dijelaskan urusan lahan haruslah sudah tidak ada permasalahan, ada bukti pemilikan dan penguasaan tanah yang sah,” terangnya.

“Dan apakah KKP pernah meninjau lokasi pulau Poto hingga berani mengeluarkan izin KKPRL tersebut, atau ini hanya akal-akalan pihak pemohon ini,” tanyanya heran.

“Pernahkah terfikirkan oleh Pemerintah tidak, jika hal ini berlanjut terus maka akan berbenturanlah masyarakat dengan pemerintah,” ketusnya.

“Yang lebih parahnya lagi, dalam siteplan justru di sekitar Pantai Pasir Bana, ada rencana untuk dilakukan reklamasi tanpa menyelesaikan permasalahan dengan pihak lain,” ketusnya.

Lebih jauh dikatakan, dalam hal ini instansi terkait mulai pemerintah tingkat daerah hingga kementerian, seharus benar-benar melakukan kroscek, serta mengevaluasi pengajuan yang dilakukan dari PT GBKEK, bukan hanya berdasarkan data yang diajukan namun, turunlah ke lapangan.

Tanggapan atas terbitnya izin KKPRL ke PT GBKEK, tokoh masyarakat Tenggel, La Nufai (kiri) dan Tokoh masyarakat Bintan, Virginius Nua (kanan) angkat suara, Sabtu 14/09/2024 ( Foto:Patar Sianipar)

Dilokasi pantai Mempadai pulau Poto, hadir juga tokoh masyarakat Bintan, Virginius Nua yang kerap disapa Virgis, dan tokoh masyarakat Tenggel, La Nufai yang pernah menjabat RT selama 13 tahun di Tenggel.

“Berinvestasilah dengan aturan yang benar, tidak dengan menghilangkan hak pihak lain,” ujar Virgis.

“Sangat saya sayangkan jika hal ini berlanjut terus. Kan ada aturan sebagai acuan pengajuan perizinan, ikutilah dan jangan pakai kekuatan dan kekuasaan,”lanjutnya.

La Nufai pun menambahkan bahwa 90% masyarakat di pulau Poto ini adalah nelayan, yang hanya menggantungkan mata pencahariannya di laut pun menambahkan bahwa akan terjadi penurunan pendapatan nelayan serta akan semakin jauhlah mere9ka mencari nafkah.

Patar Sianipar

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.